Baru nonton, terlambat memang. Tapi setidaknya masih sempat n ada bebrapa hal yang mesti dicatat.
Saya pikir filmnya menarik dan inspiratif ( just like bee movies or wall e or surf up , yang pemerannya cody maverick), bagaimana perlawanan annisa binti hanum terhadap apa yang saya sebut dengan pengerdilan peran perempuan ( dalam membangun peradaban) .
Terlepas dari Perdebatan awal antara para pemuka agama kurang tepat , karena subastansi permasalahan yang di kritisi sama annisa adalah bukan berkuda atau tidak berkudanya perempuan, tapi lebih dari itu yaitu pengerdilan peran perempuan, tetapa da bebrapa keganjilan atau barangkali memang menjadi realita di masyarakat ( pessantren). Saya tidak tahu.
1. Pengambaran pesantren yang begitu tidak “terbuka”, maksud saya tidak welcome terhadap ilmu pengetahuan atau barangkali dunia luar, seolah-olah semua inspirasi dan karya tidak bisa dihasilkan dari pesantren. Hal ini dapat dilihat dari tidak diterimanya buku-buku yang berasal dari tulisan non-santri atau kiai atau yang tidak berbau agama.
2. Perihal kehidupan pesantren pun juga patut untuk dicermati, kelakuan para santri terhadap kaianya saya pikir tidak terlarang untuk tidak diteruskan. Misalnya ada bagian yang mengammbarkan para santriwati berebut merapikan sandal kiai dan para santriwan yang berebut mengambil sisa makanan kiainya (terlalu berlebihan jika dikategorikan menghormati guru). Dari perilaku itu saya melihat seolah-olah kiai dapat memberi berkah.
3. Para penghuni pesantren ( khudory, annisa juga para kiai dll) (tergemabar ) orang-orang yang kurang cerdas dalam melihat persoalan. Hal ini dapat dilihat pada adegan, misalnya, ketika khudory dituduh berzina dengan annisa, para penghuni pesantren langsung menhukum (atau lebih tepat percaya dengan omongan si syamsudin) tanpa meminta klarifikasi dari yang bersangkutan ( azas praduga tak bersalah ) atau samati mati akan mubahalah gai malah.
4. Perlawanan annisa yang kurang cerdas sehingga daya perlawanannya tidak begitu berdampak terhadap perubahan pesantren ( kecuali setelah khudory meninggal).
Barangkali itu catatan kecil dari hasil menonton.:)
Saya teringat akan latar belakang kebangkitan PII 4 mei 1947, dimana terjadi dualisme pendidikan antara kaum santri yang ‘kolot” dan kaum pelajar (Sekolah umum) yang sekuler tidak mengenal tuhan, berdasarkan realita tersebut maka dibentuk lah PII ( Pelajar Islam Indonesia ) sebagai suaru wadaha yang (diharapkan) menjadi wahana pembentuk ulama yang intelek dan intelektual yang islami.
SELAMAT HARBA PII ke 62.
Lho koq jagi harba....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar